Risiko Bayi Tabung

Bayi tabung, pertama kali diperkenalkan ke seluruh dunia pada tahun 1978. Louise Brown, lahir pada 25 Juli 1978 di Oldham General Hospital - UK, merupakan bayi tabung pertama di dunia. Menurut Dr. David Adamson (Internatiomal Committee for Monitoring Assisted Reproductive Technology), hingga tahun 2018 terdapat 8 juta bayi yang lahir melalui proses bayi tabung di seluruh dunia.

Metode ini memang memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi, namun ada juga yang mengalami kegagalan dalam prosesnya, sehingga rangkaian proses akan dilakukan kembali untuk mencapai keberhasilan. Selain itu, dibutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk mengikuti metode tersebut. Pada artikel sebelumnya sudah dibahas mengenai tahapan-tahapan dari metode bayi tabung. Pada kesempatan kali ini, akan dibahas mengenai risiko apa saja yang dapat terjadi bagi mereka yang menjalani bayi tabung.

Dilansir dari laman Mayo Clinic, berikut adalah risiko yang dapat terjadi saat menjalani metode bayi tabung:

  1. Kelahiran ganda, metode bayi tabung meningkatkan risiko adanya kelahiran ganda jika embrio yang ditanamkan pada rahim lebih dari satu. Kehamilan kembar biasanya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap persalinan prematur dan berat badan bayi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kehamilan normal (1 janin).
  2. Ovarium hyperstimulation syndrome (OHSS) merupakan kondisi dimana ovarium dapat menghasilkan sel telur lebih banyak dibandingkan normalnya. Penggunaan obat kesuburan seperti human chorionic gonadotropin (HCG) yang digunakan untuk menginduksi ovulasi dapat menyebabkan ovarium menjadi bengkak dan terasa nyeri. Seseorang yang menderita OHSS biasanya akan memiliki gejala seperti sakit perut, kembung, mual, muntah, hingga diare.
  3. Keguguran, tidak semua proses bayi tabung dapat berjalan dengan lancar. Tidak berbeda dengan seseorang dengan proses kehamilan normal, seseorang yang menjalani metode IVF juga memiliki risiko yang sama terhadap keguguran, yaitu sebesar 15-25%. Risiko juga akan semakin tinggi jika Anda menggunakan embrio beku selama proses IVF.
  4. Kehamilan ektopik, atau biasa disebut dengan hamil diluar kandungan ini terjadi ketika embrio yang telah ditanam tidak menempel pada rahim, namun umumnya terdapat pada tuba falopi. Sayangnya, embrio tidak dapat hidup diluar rahim, sehingga sel tersebut akan mati dan proses kehamilanpun akan terhenti.

 

DItulis oleh Anggie Triana
Sumber foto: Getty Images

Sumber lainnya:

Jurnal Terbaru