Studi: Fruktosa dapat memperburuk peradangan pada penderita IBD

Anda sering merasakan sakit perut yang parah? Bisa jadi hal tersebut adalah gejala dari radang usus. Radang usus atau juga dikenal dengan Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan gangguan yang terjadi pada sistem pencernaan yang menyebabkan adanya peradangan. Peradangan tersebut dapat ditandai dengan adanya iritasi ataupun luka. Tidak pandang usia, radang usus dapat menyerang siapa saja. Adapun gejala umum yang sering dirasakan yaitu nyeri atau kram pada bagian perut, kembung, diare, hingga BAB yang berdarah.

Pada dasarnya, tidak ada penyebab yang pasti seseorang dapat terkena IBD. Namun beberapa faktor seperti penurunan sistem kekebalan tubuh, menu makanan tinggi protein, adanya infeksi bakteri, virus, atau parasit hingga merokok dapat memicu IBD. Selain diet tinggi protein, gemar mengkonsumsi produk yang tinggi akan fruktosa juga bisa menjadi faktor terjadinya IBD. Hasil studi menunjukkan bahwa diet tinggi fruktosa dapat merusak kolon dan menyebabkan peradangan. Bahkan pola makan tersebut dapat memperburuk gejala penderita IBD dengan merubah mikrobiota di sistem pencernaan.

Dalam studinya, peneliti melakukan eksperimen untuk mengetahui efek dari asupan tinggi fruktosa terhadap 3 model tikus dengan IBD. Diketahui bahwa model tikus pertama yang diberikan makanan tinggi fruktosa mengalami peradangan dengan tingkat keparahan yang tinggi. Sebaliknya, model tikus yang diberikan asupan tinggi glukosa tidak mengalami peningkatan peradangan. Selain itu peneliti juga menemukan bahwa bakteri yang terdapat dalam usus memiliki kaitan dengan gejala yang terjadi.

Diet tinggi fruktosa dapat mengurangi ketebalan lapisan lendir yang melapisi usus besar hingga seperlimanya, sehingga bakteri dapat menyusup dan kontak langsung dengan sel. Tak sampai disitu, asupan fruktosa yang tinggi juga dapat mendorong pertumbuhan bakteri dan memperburuk peradangan yang terjadi. Oleh sebab itu, penderita IBD disarankan untuk menghindari makanan atau minuman tinggi fruktosa seperti soda, permen, makanan yang dipanggang, serta makanan olahan lainnya. Hasil studi ini telah dipublikasikan dalam Cellular and Molecular Gastroenterology and Hepatology.

 

Ditulis oleh Anggie Triana
Sumber foto: Pixabay

Sumber lainnya:

Jurnal Terbaru