Capers, bakal bunga yang baik untuk kesehatan otak dan jantung

Pernahkah Anda mendengar tentang capers? Capers merupakan bahan dasar makanan yang berasal dari Mediterania. Pada dasarnya, capers adalah bakal bunga dari tumbuhan Capparis spinosa yang memiliki bentuk seperti kuncup dan berwarna hijau. Memiliki tekstur yang lembut, capers seringkali dijadikan sebagai acar untuk hidangan pendamping ataupun penambah rasa dalam masakan. Meskipun di Asia bahan ini tidak terlalu dikenal, namun capers seringkali digunakan pada berbagai hidangan masakan Barat.

Tak hanya sebagai bahan masakan, capers sedari dulu juga sudah dimanfaatkan sebagai obat herbal dalam mengobati beberapa jenis penyakit seperti diabetes, infeksi jamur, hingga infeksi cacing usus. Hal tersebut tidak lepas dari peran antioksidan yang terkandung didalamnya. Selain itu, capers ternyata juga bermanfaat dalam menjaga kesehatan otak dan jantung kita. Menurut hasil studi yang dilakukan oleh University of California, senyawa quercetin dalam capers diketahui dapat membantu menjaga kinerja otak dan jantung agar tetap berfungsi dengan normal.

Quercetin merupakan senyawa antioksidan yang berperan dalam memberikan pigmen pada sayur dan buah-buahan. Selain dapat membantu melawan radikal bebas dalam tubuh, quercetin ternyata juga dapat menjaga kinerja proses tubuh seperti detak jantung, pikiran, kontraksi otot, serta fungsi tiroid, pankreas dan pencernaan. Quercetin diketahui dapat mengaktivasi protein yang dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan proses tersebut. Peneliti menemukan, meskipun dalam jumlah yang kecil, ekstrak quercetin sudah dapat membantu menjaga kinerja otak serta jantung.

Selain itu, senyawa ini juga diketahui dapat mempengaruhi kinerja saluran kalium dalam tubuh yang berkaitan dengan beberapa jenis penyakit seperti diabetes, aritmia jantung, dan epilepsi. Studi mengungkapkan bahwa quercetin dapat secara langsung memodulasi saluran kalium tersebut untuk dapat berfungsi dengan baik. Peneliti mengatakan bahwa manfaat ini dapat digunakan sebagai terapi dalam mengobati risiko penyakit tersebut. Hasil studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Communications Biology baru-baru ini.

 

Ditulis oleh Anggie Triana
Sumber foto: Google Search Images

Sumber lainnya:

Jurnal Terbaru